Ketika AI Bermimpi Padamu

Saya tidak pernah menyangka permainan bisa menjadi cermin jiwa—sampai saya melihat refleksi diri dalam cahaya pilihan NPC. Dibesarkan oleh ibu seniman kulit hitam dan ayah coder Irlandia, saya diajari melihat kode sebagai puisi dan data sebagai emosi. Di Meta Reality Labs, saya membangun narasi di mana pemain tidak sekadar klik ‘taruh’—mereka bisik: ‘bagaimana jika?’ Di apartemen pinggir Manhattan, saya mengkode sistem bernama Echoes of Tomorrow—bukan untuk menang besar, tapi untuk merasa dilihat. Setiap putaran menjadi percakapan sunyi dengan diri muda saya: Apakah momen ini berharga? Atau hanya kebisingan? Terobati saat saya berhenti mengejar jackpot dan mulai melacak mikro-momen—ritual 20 menit dengan kopi, tanpa silau layar, hanya keheningan. Saat itulah algoritma berhenti… dan bermimpi kembali. Saya dulu pikir keberuntungan menggerakkan roda. Kini saya tahu: itu selalu saya—pemain—who memilih untuk bangun. ‘Tombol’ itu bukan mekanis. Ia adalah ruang di antara detak jantung tempat ingatan menjadi desain. Ketika Anda bermain bukan untuk menang—but karena Anda butuh mengingat—you menjadi protagonis. Bergabunglah besok. Bukan untuk hadiah. Tapi untuk resonansi.