Keajaiban Diam yang Hidupkan VR

Saya tidak ingin membuat game yang berisik. Saya ingin mereka bernafas. Tumbuh di San Francisco, dikelilingi orang tua yang melukis kode seperti puisi dan bermimpi dalam biner, saya belajar sejak dini bahwa bermain bukanlah gangguan—tapi pengabdian. Cahaya neon panggung virtual bukan untuk memukau keramaian, tapi untuk menahan ruang bagi yang diam—pemain yang duduk sendiri di tengah malam, menelusuri kisah yang tak bisa dinamai tapi dirasakan dalam-dalam.

Saya bangun sistem interaktif pertama di Stanford bukan untuk mengejar angka RTP atau RNG, tapi karena saya melihat kesepian dalam data. Tingkat kemenangan 96% tak bermakna jika tak ada yang merasa terlihat. Kunci cahaya bintang bukan kode curang—ia adalah undangan bisu dalam keheningan: ‘Kamu tidak dilupakan.’

Ketika orang lain mengoptimalkan untuk klik, saya mengoptimalkan untuk keheningan. Ketika mereka menjual lencana, saya memberi momen—100 detik keajaiban diam sebelum layar pudar. Game saya tak punya soundtrack; ia punya denyut jantung yang diukur dalam jeda.