Dari Neon Gamble ke AI Tinker

Saya dulu mengira menang di game soal peluang dan reaksi—sampai menyadari bahwa mesin tak pernah menang. Saya Alex, pengembang usia 32 dari Imperial College London, dibesarkan dalam budaya multikultural East London yang mengajarkan saya ketenangan Buddhisme dan spektakel cyberpunk. Saya mengimplementasikan sistem AI untuk Ubisoft, tapi laboratorium sejati? Gang neon di belakang Stasi Shibuya pukul 2 pagi. Noda kopi di meja saya. Kaleng energi kosong menumpuk seperti log debug. Anggaran Starlight bukan perencanaan finansial—ini adalah kesadaran temporal. Main selama 20 menit. Taruhan £5. Berjalanlah jika kalah. Hadiahnya bukan jackpot—tapi irama antara napas dan kedipan cahaya pixelated. Saya sekali menang ¥8000 setelah tiga kekalahan beruntun—bukan karena keberuntungan, tapi karena berhenti mengejar cahaya dan mulai mengamatinya. Saat itulah saya paham: ini adalah neurofeedback yang diselimuti permainan. Ruang VR sosial bukan kasino—they’re kuil keragaman algoritmik. Setiap putaran adalah mantra sunyi: “Amati cahayanya, jangan kejar.” Alat saya? Unity dan Unreal Engine. Filsafat saya? Dzogchen bertemu seni glitch.